--SELAMAT DATANG DI BLOG MASJID AL-IKHLASH JATEN ARGOSARI SEDAYU BANTUL--

Rabu, 16 Oktober 2013

Tauhid Rububiyah Mengharuskan Adanya Tauhid Uluhiyah

Tauhid Rububiyah Mengharuskan Adanya Tauhid Uluhiyah

Siapa saja yang mengakui tauhid rububiyah untuk Allah, dengan mengimani tiada pencipta, tiada pemberi rezeki, tiada pengatur alam semesta, kecuali Allah, maka ia harus mengakui bahwa tidak ada yang berhak menerima ibadah dengan segala macamnya, kecuali Allah SWT. Itulah tauhid uluhiyah.
Tauhid uluhiyah yaitu tauhid ibadah, karena ilah maknanya adalah ma’bud (yang disembah). Maka, tidak ada yang diseur dalam doa, kecuali Allah, tiada yang dimintai pertolongan, kecuali Allah, tiada yang boleh dijadikan tempat bergantung, kecuali Dia, tidak boleh menyembelih kurban atau bernazar, kecuali untuk-Nya, dan tidak boleh mengarahkan seluruh ibadah, kecuali untuk-Nya dank arena Dia semata.
Jadi, tauhid rububiyah adalah bukti wajibnya tauhid uluhiyah. karena itu, sering kali Allah membantah orang yang mengingkari tauhid uluhiyah dengan tauhid rububiyah yang mereka akui dan yakini. Allah SWT berfirman (yang artinya), “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu, janganlah kamu mengadakan sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (Al-Baqarah: 21–22).
Allah memerintahkan mereka bertauhid uluhiyah, yaitu menyembah-Nya dan beribadah kepada-Nya. Dia menunjukkan dalil kepada mereka dengan tauhid rububiyah, yaitu penciptaan-Nya terhadap manusia dari yang pertama hingga yang terakhir, penciptaan langit dan bumi serta seisinya, penurunan hujan, penumbuhan tumbuh-tumbuhan, pengeluaran buah-buahan yang menjadi rezeki bagi para hamba. Maka, sangat tidak pantas bagi mereka jika menyekutukan Allah dengan yang lain-Nya, dari benda-benda ataupun orang-orang yang mereka sendiri mengetahui bahwa ia tidak bisa berbuat sesuatu pun dari hal-hal tersebut di atas dan lainnya.
Maka, jalan fitri untuk menetapkan tauhid uluhiyah adalah berdasarkan tauhid rububiyah. Karena, manusia pertama kalinya sangat bergantung kepada asal kejadiannya, sumber kemanfaatan dan kemadaratannya, setelah itu berpindah kepada cara-cara bertaqarrub kepada-Nya, cara-cara yang bisa membuat rida-Nya, dan yang menguatkan hubungan antara dirinya dengan Tuhannya. Maka, tauhid rububiyah adalah pintu gerbang dari tauhid uluhiyah. Karena itu, Allah berhujah atas orang-orang musyrik dengan cara ini. Dia juga memerintahkan rasul-Nya untuk berhujah atas mereka seperti itu. Allah SWT berfirman, “Katakanlah: ‘Kepunyaan siapakah bumi ini dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab, ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka apakah kamu tidakingat?’ Katakanlah: ‘Siapakah yang mempunyai langit yang tujuh dan yang mempunyai Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab, ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka apakah kamu tidak bertakwa?’ Katakanlah: ‘Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?’ Mereka menjawab, ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu’?” (Al-Mu’minun: 84–89).
“(Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah, Tuhan kamu; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; ….” (Al-An’am: 102).
Dia berdalil dengan tauhid rububiyah-Nya atas hak-Nya untuk disembah. Tuhid uluhiyah inilah yang menjadi tujuan dari penciptaan manusia. “Dan tidaklah Kuciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56).
Arti ya’buduun adalah mentauhidkan-Ku (Allah) dalam ibadah. Seorang hamba tidaklah menjadi muwahhid hanya dengan mengakui tauhid rububiyah semesta, tetapi ia harus mengakui tauhid uluhiyah serta mengamalkannya. Kalau tidak, maka sesungguhnya orang musyrik pun mengakui tauhid rububiyah, tetapi hal ini tidak membuat mereka masuk ke dalam Islam, bahkan Rasulullah saw. memerangi mereka. Padahal, mereka mengakui bahwa allahlah Sang Pencipta, Pemberi rezeki, Yang menghidupkan dan Yang mematikan. “Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka, ‘Siapakah yang menciptakan mereka,’ niscaya mereka menjawab, ‘Allah.’ ….” (Az-Zukhruf: 87).
Hal semacam ini banyak sekali dikemukakan dalam Alquran. Maka, barang siapa mengira bahwa tauhid itu hanya hanya meyakini wujud Allah, atau meyakini bahwa Allah adalah Al-Khaliq yang mengatur alam, maka sesungguhnya orang tersebut belumlah mengetahui hakikat tauhid yang dibawa oleh para rasul. Karena, sesungguhnya ia hanya mengakui sesuatu yang diharuskan, dan meninggalkan sesuatu yang mengharuskan; atau, berhenti hanya sampai pada dalil, tetapi ia meninggalkan isi dan inti dari dalil tersebut.
Di antara kekhususan ilahiyah aalah kesempurnaan-Nya yang mutlak dalam segala segi, tidak ada cela atau kekurangan sedikit pun. Ini mengharuskan semua ibadah mesti tertuju kepada-Nya: pengagungan, penghormatan, rasa takut, doa, pengharapan, tobat, tawakal, minta pertolongan, dan penghambaan dengan rasa cinta yang paling dalam. Semua itu wajib secara akal, syara, fitrah agar ditujukan khusus kepada Allah semata. Juga, secara akal, syara, dan fitrah, tidak mungkin hal itu boleh ditujukan kepada selain-Nya.
Sumber: At-Tauhid lish-Shaffil Awwal al’Aliy, Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar